Gugat Cerai -Bagian 6-



Hayati lelah, kata status lebay J. Coba hayati *beda maksud dengan hayati sebelumnya ya*., dan perhatikan dengan seksama riwayat2 di atas, pada bagian sebelumnya yaitu bagian 5. Sila klik https://www.facebook.com/latifaa/posts/10216673845213693. 

Istri mengakui bahwa ia tidak mencela suaminya dalam hal agamanya dan akhlaqnya. Agamanya luarbiasa, tentu!. bagaimana tidak, beliau adalah seorang Sahabat Nabi dari generasi terbaik ummat ini. Akhlaqnya pun luarbiasanya. Sejatinya jika agama baik, lurus, maka akan berimplikasi automatically pada akhlaqnya. Akhlaq yang baik muncul berdasarkan pada pemahaman agama yang lurus. 

Tahukah pembaca siapakah Tsabiq bin Qois, al-shahabiy al-jalil –Radhiyallahu anhu-, seorang sahabat mulia, yang ternyata dalam kehidupan rumah tangganya pernah di khulu’ oleh istrinya, tidak hnya sekali khulu’, tapi ternyata hingga 2 kali khulu’ dari kedua istrinya, bukan karena kejelekan agama ataupun akhlaq, tidak. Justru keduanya dipuji sendiri oleh si istri, dan diakuinya. Namun ternyata karena fisik semata yang mana fisik ini berada diluar control kita sebagaimana manusia sebagai makhluq Allah. Fisik adalah hal yang nisbi, tergantung siapa yang melihat. Fisik disini dapat mengakibatkan istri takut tidak akan menjalankan hak-hak Allah dalam RT, karena fisik, istri tidak bisa menerima, sdh berusaha belajar, pun masih juga tidak bisa menerima dengan lapang dada yang mana ia khawatir karena tidak suka dengan fisik ini dia tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai istri, hingga mengakibatkan pengingkaran. Sebab ini yang mengakibatkan dia mengajukan khulu’ dan menjadi khulu’ yang pertama dalam agama Islam. 

Adz-Dzahabi merekam tentang sirah Tsabit bin Qais dalam kitabnya jilid 3/191. Tsabit bin Qais bernama lengkap Tsabit bin Qais bin Syamas bin Zuhar bin Malik. Bersuara lantang dengan bahasa yang fasih, lisan yang jelas, sehingga mendapat gelar khotibnya Rasulullah. Tsabit seorang sahabat dari suku Khazraj, dengan nasab yang bagus. Ketika berbicara maka orang yang mendengarnya akan merasa terpesona dengan ucapannya.
An-Nabulsi dalam situs resminya menyebutkan bahwa ia adalah pembicara resmi atau jubir Nabi disamping menjadi khatib Nabi. termasuk salah satu sahabat dari golongan cendekiawan pada masa Nabi. Rasulullah mempersaudarakan Tsabit dengan Ammar bin Yasir.

Kisah masuk Islamnya berawal dari ayat-ayat al-Quran yang ia dengarkan dari Mus’ab bin Umair, Sang Duta Islam pertama. Lantunan ayat-ayat yang didengarkan oleh hati yang bersih, maka akan meresap dalam jiwa, tertanam dalam kalbu hingga kebenaran ayat-ayat dapat ia rasakan. Terkenal di antara para sahabat yang lain ketaqwaannya, kedermawanannya, rasa cinta yang luarbiasa kepada Nabi, sifat Itsar dan keberaniannya. 



Tentang rasa takwanya pada Allah ataupun takut pada siksaanNya tidak perlu diragukan lagi. Suatu ketika turun pada Nabi ayat: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian angkat suara melebihi suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, karena dengan demikian amalan kalian akan gugur, sedang kalian tidak menyadarinya.” (QS. Al-Hujarat: 2).


Karena ayat ini, Tsabit menjadi takut dan sedihnya luar biasa. Ia menyadari bahwa selama ini ialah orang yang bersuara paling keras di antara yang lain di hadapan Rasulullah. Ia khawatir jangan-jangan apa yang telah dilakukannya akan menghanguskan amal ibadahnya. Ia pun absen beberapa masa dari majlis Nabi, walaupun rasa cinta dan rasa ketergantuangan hatinya terhadap sang kekasih. Nabi pun mencari-cari informasi tentang Tsabit hingga didapati bahwa Tsabit sedang mengurung diri di rumahnya. Kemudian Nabi mengutus seseorang untuk memanggilnya.


Pada saat beliau SAW menanyai mengapa dirinya tidak pernah muncul, Tsabit dengan penuh rasa khawatir menjawab, “Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara. Dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah. Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk calon penghuni neraka.”

Rasulullah menjawab, “Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji, dan nanti akan berperang sampai syahid, hingga Allah akan memasukkanmu ke dalam surga.”


Dari Abu Hurairah, Nabi pernah bersabda: “Seorang laki-laki yang paling bagus adalah Tsabit bin Qais”. Tsabit mengikuti semua peperangan pada masa Nabi kecuali perang Badar. Tsabit wafat syahid pada perang Yamamah melawan kaum murtad pada masa khalifah Abu Bakar. Keberanian yang luar biasa dalam perang Yamamah di abadikan oleh buku2 Sirah Sahabat. Semua kemampuan yang ia miliki ia gunakan untuk membela agama Islam.

Sebuah kisah sahabat yang luar biasa perannya dalam agama Islam, namun sahabat pun memang seorang manusia pula. Dalam kehidupan rumah tangganya terdapat sisi manusiawi yang lain berada diluar kontrolnya. Pada akhirnya, kita teringat bersama ayat “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian….” Fisik tidak menjadikan seseorang menjadi mulia di sisi Allah, meski makhluqNya sering kali menjadikan fisik ini menjadi barometer dalam berinteraksi. Wallahu a’lam.

Ngaliyan, 11/2/2019




Labels: , , ,

Cerai Gugat (Bagian -4-)


Khulu’ yang menjadi salah satu bab Fiqih Munakahat, termasuk salah satu bagian dari perceraian, merupakan hak Istri jika memang ada sebabnya. Hukum ini termasuk salah satu dari sekian keadilan agama Islam yang memberikan solusi untuk wanita yang ingin berpisah dari suaminya, jika memang ada sebab-sebabnya. Eit, bukan berarti penulis mengajak pembaca untuk mengajukan khulu’, sama sekali tidak. Krn sejatinya perceraian adalah solusi terarkhir, ketika semua cara telah dicoba, namun tak membuahkan hasil, barangkali perceraian entah itu dengan talak atau khulu’ bisa menjadi solusi paling akhir.
Perlu menjadi pengingat bersama, adalah Salah satu amalan setan berusaha dengan batas kemampuan yang mereka miliki untuk menceraikan suami istri. Ngeri memang!
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: -hadis dalam Bahasa arabnya, jgn diskip, mhn supaya dibaca juga, insyaAllah spy dapat melancarkan membaca teks arab selain al Qur'an-.
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim)

Hal ini barang kali karena memang perceraian memiliki dampak negative baik bagi diri sendiri ataupun keluarga dan masyarakat. Saking bahayanya, Al Munawi dalam Faidhul Qodir jilid 2/408 berkomentar tentang hadis ini: “Hadits ini menunjukan peringatan yang sangat menakutkan tentang celaan terhadap perceraian. Hal ini merupakan tujuan terbesar (Iblis) yang terlaknat karena perceraian mengakibatkan terputusnya keturunan. Bersendiriannya (tidak ada pasangan suami/istri) anak keturunan Nabi Adam akan menjerumuskan mereka ke perbuatan zina yang termasuk dosa-dosa besar yang paling besar menimbulkan kerusakan dan yang paling menyulitkan”
Ah, lagi-lagi kembali pada prolog di bagian 1. Rumah tangga mana yang ingin bercerai?! Karena memang menyakitkan. Sakitnya tuh di sini, katanya. Allahul Musta’an. karena ini adalah syariat maka, untuk syariat ini silahkan digunakan seperlunya sebagai solusi terakhir. Dan tentu jika dapat berdamai, itu adalah kebaikan yang berlipat. Namun, jika tidak, maka solusi terakhir dapat digunakan. Bukankah Allah juga berfirman sebagai penghibur bagi mereka yang sedang merasa sakit bukan main karena perceraian :

وَإِنْ يَتَفَرَّقا يُغْنِ اللَّهُ كُلاًّ مِنْ سَعَتِهِ وَكانَ اللَّهُ واسِعاً حَكِيماً (130)

Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisa: 130)

Al-Baghawi dalam tafsirnya 2/296 tentang ayat ini berkata: “jika mereka bercerai, barang kali Allah akan memberikan karunia kepada suami seorang istri yang lebih baik, dan seorang istri akan mendapatkan suami yang lebih baik dari suaminya yang dulu”.
Senada dengan al-Baghawi, Al Qurthubi dalam tafsirnya jilid 5/408 ketika menafsirkan ayat ini berkomentar: “Jika keduanya tidak dapat berdamai, tidak menghasilkan kesepakatan damai, lalu keduanya berpisah, maka hendaklah keduanya berhusnuzhon kepada Allah. Bisa jadi, seorang laki2 akan mendapatkan istri yang lain yang bisa membahagiakannya, demikian bisa jadi seorang perempuan akan mendapatkan kemudahan yang lain”.
Setelah berkomentar seperti ini al-Qurthubi menukil kisah yang diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad bahwa seorang laki mengeluhkesahkan kepadanya tentang kefakirannya, lalu Ja’far menganjurkannya untuk menikah. Si laki2 itu pergi, dan lalu menikah. Beberapa waktu kemudian ia datang lagi kepada Ja’far dan mengeluhkesahkan lagi tentang kefaqirannya, kemudian Ja’far memerintahkan untuk bercerai.

Ketika Ja’far ditanya tentang ayat ini ia berkata:
"di awal aku perintahkan ia untuk menikah, barang kali ia termasuk dari golongan pada ayat 32 dari surat al-Nur: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya…”.
"Setelah berjalan waktu, ternyata dia tidak termasuk gol tsb, maka ku perintahkan untuk bercerai siapa tau termasuk golongan ayat an-Nisa : 130 “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya”.

Bersambung

Labels: , , ,

Gugat Cerai -Bagian 5-


Adakah khulu’ pertama dalam syariat Islam? Tahukah pembaca siapakah yang pertama kali mengajukan khulu’, menggugat cerai kepada suaminya?. Karena pertanyaannya terkait hukum dan itu pertama kali, maka bisa dipastikan ini terjadi pada masa keemasan Islam, generasi terbaik ummat ini. Generasi sahabat –radhiyallahu anhum-. Generasi yang dapat gelar dengan “Khoirul Quruuni”, sebaik-baik masa. Generasi yang banyak turun wahyu karena mereka. Sambil membayangkan seandainya kita berada pada masa mereka. Rindu. Seperti syair indahnya Bimbo: *Sambil nyanyi sebentar ya pembaca*,
Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terpera
Berabad jarak darimu ya rasul
Serasa dikau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja
Kembali tentang khulu’, atau gugat cerai yang menjadi hak wanita untuk menentukan nasib rumah tangganya, bermula dari kisah seorang shahabat, yang dinukil oleh Ibnu Hajar ketika mensyarah Hadis al-Bukhari dalam kitabnya Fath al-Bari, mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa Khulu’ yang terjadi pertama kali dalam Islam adalah Khulu’ yang diajukan oleh Istri Tsabit bin Qois -Radhiyallahu ‘anhu-.
Kita simak bersama hadis lengkapnya;
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang dan menghadap kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,

يَـا رَسُولُ الله، مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِيى دِيْنٍ وَ لَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّيْ أَخَافُ الكُفْرَ، فَقَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه و سلم : تَرُدِّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَـتَهُ ؟ ، فَقَالَتْ : نَعَمْ . فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا .

“Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit dalam hal agama dan akhlaknya, akan tetapi aku takut akan (menjadi) kufur.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau mau mengembalikan kebun kepadanya?” Ia menjawab, “Ya.” Maka kemudian kebun itu dikembalikan kepada Tsabit bin Qais dan (beliau) menyuruhnya untuk menceraikan istrinya. (HR. Bukhori, 5276)

Dalam banyak riwayat, tersebutlah bahwa sang istri ini bernama Habibah binti Sahl, diriwayat lain, nama istinya adalah Jamilah binti abdillah bin ubay bin Salul. konon si istri mengadu kepada Nabi akan Qois bin Tsabit, dan ia tidak dapat hidup bersatu dengannya. Bukan karena agamanya, bukan karena akhlaqnya, tapi lebih karena secara fisik, si suami ini seorang yang pendek, buruk rupa, bahkan jikalau tidak takut Allah, niscaya si istri ini akan meludah di depan suaminya, karena kebencian terhadap fisik. Cek kembali Fath al-Bari (9/400). Dalam riwayat Ibnu Majah dijelaskan secara jelas tentang hal ini. 

عن حجاج عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال كانت حبيبة بنت سهل تحت ثابت بن قيس بن شماس وكان رجلا دميما فقالت يا رسول الله والله لولا مخافة الله إذا دخل علي لبصقت في وجهه

Dari Hajjaj dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan dari kakeknya berkata, “Dahulu Habibah binti Sahl adalah istri Tsaabit bin Qois bin Syammaas. Dan Tsaabit adalah seorang lelaki buruk dan pendek, maka Habibah berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, kalau bukan karena takut kepada Allah maka jika ia masuk menemuiku maka aku akan meludahi wajahnya”. 

Hem, bisa dibayangkan pembaca. Sebegitunya seorang wanita yang sudah menjadi istri benci suaminya, karena fisik semata. Bahkan sampai ingin meludahi segala. Allahul musta’an.

Kl diperhatikan di sini terjadi dua riwayat dengan nama yang berbeda. Yaitu Jamilah binti Abdillah, dan Habibah binti Sahl, namun Ibnu Hajar dalam Fath al-Barinya mengkompromikan kedua riwayat dengan mengatakan bahwaTsabit pernah menikahi Habibah lalu terjadi khuluk, kemudian ia menikahi Jamilah dan juga terjadi khulu’ (lihat Fathul Baari 9/399). Dua kali menikah dua kali pula terjadi khulu’, pernikahan dengan Habibah ternyata si istri gugat cerai, dengan Jamilah pun juga demikian adanya. Kalau kita ikut membayangkan bagaimana perasaan seorang Tsabit, dikhulu’ dua x dalam dua pernikahan yang berbeda?!. Silahkan bapak2 yang membaca ini mencerna, lalu bersyukur atas rumah tangga yang Allah karuniakan kpd nya. 

Jika dirunut cerita tentang khulu’ yang diajukan istri Tsabit, entah itu riwayat dengan nama Jamilah ataupun Habibah, maka akan kita dapati juga riwayat yang mengatakan bahwa Tsabit pernah memukul istrinya hingga patah tulang. Perhatikan dengan seksama riwayat di bawah ini: 

أن ثابت بن قيس بن شماس ضرب امرأته فكسر يدها وهي جميلة بنت عبد الله بن أبي فأتى أخوها يشتكيه إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فأرسل رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى ثابت فقال له خذ الذي لها عليك وخل سبيلها قال نعم فأمرها رسول الله صلى الله عليه و سلم أن تتربص حيضة واحدة فتلحق بأهلها

“Sesungguhnya Tsaabit bin Qois bin Syammaas memukul istrinya hingga mematahkan tangannya. Istrinya adalah Jamilah binti Abdillah bin Ubay. Maka saudara laki-lakinya pun mendatangi Nabi mengeluhkannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke Tsabit dan berkata, “Ambillah harta milik istrimu yang wajib atasmu dan ceraikanlah dia”. Maka Tsaabit berkata, “Iya”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Jamilah untuk menunggu (masa ‘iddah) satu kali haid. Lalu iapun pergi ke keluarganya” (HR An-Nasaai)

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ حَبِيبَةَ بِنْتَ سَهْلٍ كَانَتْ عِنْدَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ فَضَرَبَهَا فَكَسَرَ بَعْضَهَا فَأَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدَ الصُّبْحِ فَاشْتَكَتْهُ إِلَيْهِ فَدَعَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ثَابِتًا فَقَالَ « خُذْ بَعْضَ مَالِهَا وَفَارِقْهَا » .فَقَالَ وَيَصْلُحُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ فَإِنِّى أَصْدَقْتُهَا حَدِيقَتَيْنِ وَهُمَا بِيَدِهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُمَا فَفَارِقْهَا ». فَفَعَلَ.

Dari Aisyah bahwasanya Habibah binti Sahl dulunya istri Tsabit bin Qois, lalu Tsabit memukulnya hingga patahlah sebagian anggota tubuhnya. Habibah pun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah subuh dan mengadukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang suaminya. Maka Nabi berkata kepada Tsabit, “Ambillah sebagian harta Habibah, dan berpisahlah darinya”
Tsaabit berkata, “Apakah dibenarkan hal ini wahai Rasulullah?”, Nabi berkata, “Benar”. Tsabit berkata, “Aku telah memberikan kepadanya mahar berupa dua kebun, dan keduanya berada padanya”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ambilah kedua kebun tersebut dan berpisahlah dengannya”. (HR Abu Dawud)
Lagi-lagi, seakan muncul sebab lain dalam riwayat yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini menjadikan Pakar ilmu Hadis Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari nya mencoba mengkompromikan dengan riwayat yang lain yang disebutkan oleh Ibnu Majah, dimana sang istri berkata:
“Demi Allah aku tidak mencela Tsabit karena agamanya dan juga akhlaknya, akan tetapi aku takutkan kekufuran dalam Islam, aku tidak sanggup dengannya karena aku membencinya” (HR Ibnu Maajah)
Lalu Ibnu Hajar menambahkan dengan berkomentar: “Akan tetapi telah lalu dalam riwayat An-Nasaai bahwasanya Tsaabit mematahkan tangan sang istri, maka dibawakan kepada makna bahwasanya sang istri ingin mengatakan bahwa Tsabit buruk akhlaknya akan tetapi ia tidak mencela Tsaabit karena hal itu, akan tetapi karena perkara yang lain…tidak seorangpun dari kedua istrinya (Jamilah maupun Habibah) yang mencela Tsabit karena “sebab mematahkan tulang”, akan tetapi telah datang penjelasan yang tegas akan sebab yang lain, yaitu perawakan Tsaabit buruk”, yang telah dijelaskan pada riwayat seblmnya.

Jadi, bolehkah seorang istri minta cerai karena tidak cinta pada fisik suami?!. Pembaca dapat menyimpulkan dari riwayat serta komentar ahli hadis di atas. Lalu apa saja sebab-sebab lain yang membolehkan istri minta cerai?. 

Wallahu a'lam
@Ngaliyan, 7 Feb 2019.

-Bersambung-

Labels: , ,

Gugat Cerai -bagian 3-


Setelah hening sejenak, penulis lanjutkan diskusi dengan ibu-ibu muda yang berasa semangatnya untuk tahu. Terlihat antusias dari interaksi mata, dan dari pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan. Karena mmg bab ini adalah bab yang cukup sensi untuk para istri.
Dua hadis pada bagian sebelumnya cukup menjadikan bulu kuduk kita berdiri sebagai seorang istri. Ancaman bagi para istri yang meminta gugat cerai –tanpa alasan-. Ingat, tanpa alasan!. Coba kita renungkan kembali hadis pada bagi kedua.

Hadis pertama:
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai _*tanpa kondisi mendesak*_ maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud dan At-Turmudzi).

Hadis Kedua:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR. Nasa’i)

Dan perlu diketahui atau lebih tepatnya, perlu ditekankan disini, bahwa yang jadi standar sebuah alasan atau tidak yaitu si istri sndri, karena si istri sebagai pelaku. Ketika tidak ada alasan, maka hati yang akan berperang. Ketika ada alasan, maka semoga tidak termasuk dalam ancaman di atas. Karena, lagi-lagi dalam prolog sdh penulis tegaskan, siapa sih yang mau berhenti RT sebelum sampai 7an?. adakah?. 
Sehingga sebagai orang luar, saya, atau pembaca yang tidak berada dalam RT tersebut tidak perlu kepo apa alasannya sih kok si fulan gugat cerai, atau bahkan tidak boleh sampai menjudge, dia gugat cerai lho padahal suaminya kurang apa sih?!. Bisa-bisa dia masuk neraka!. Duh, smpai seperti itu kah?!. Jaga lisan, jaga hati dari suudzon apalagi smpai menghukumi rumah tangga lain dari sisi dhohir/yang tampaknya saja. Berdoa bersama semoga RT yang kita bangun menjadi RT yang dapat menjadi Qurrata a’yun seperti doa2 kita, yang tertulis pada surat al Furqan pada ayat terakhir.
Berkaitan dengan gugat cerai, ingatan penulis terbawa pada bab Khulu’ pada kitab2 Fiqih Munakahat, sebuah bab yang membahas tentang Khulu’, atau bisa dikatakan juga gugat cerai, istri mnta cerai kepada suami dengan cara membayar atau mengembalikan maharnya.
Khulu’ dari akar kata: kha – la – ‘a. yang artinya melepas. Lazimnya kata ini sering dipake untuk melepas baju atau melepas sandal. Suami istri ibarat baju untuk satu sama lain. Bukankah Allah berfirman pada QS al-Baqarah: 187. 

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“.. Mereka (istri) adalah pakaian bagi kalian, dan kalian adalah pakaian bagi mereka (istri)…”
Perumpamaan yang indah bukan tentang pasangan suami istri, sehingga diibaratkan oleh Allah seperti baju dengan segala makna yang terkandung. Dan maknanya tentu banyak skali. Baju memberikan perlindungan, memberikan rasa PD, menjadikan hiasan, menutupi aurat dan cacat, melindungi dari panas dan dingin, dan sederet makna pakaian yang bisa pembaca tambahkan sendiri.
Jika RT terjadi perpisahan, maka seakan2 baju ini ada yang dilepaskan, sehingga istilah khulu’ dalam bab fiqih pernikahan di ambil dari akar kata ini. Sementara secara istilah, dalam Madzhab Syafii seperti yang ditulis pada kitab Mughni al-Muhtaj, khulu’ adalah perpisahan antara suami istri dengan tebusan dengan lafal Thalaq atau lafal Khulu’. Sementara an-Nawawi dalam Raudhat al-Thalibinnya mendefinisikan bahwa khulu’ adalah perpisahan dengan tebusan yang diambil oleh seorang suami.
Dan inilah salah satu dari bentuk keadilan Islam. Ketika suami memiliki hak thalaq, maka istri pun ada hak khulu’. Dua syariat yang keduanya memiliki hikmah untuk suami istri sndiri, tentu jika keduanya dilakukan susuai dengan syariat dan ketentuannya. MasyaAllah.
-Bersambung - 

@Ngaliyan, Semarang, 4 Feb 2019.

No photo description available.Image may contain: one or more people


Labels: , ,

Cerai Gugat - bagian 2-


Stlh diam agak lama, memilah milih diksi dan hemmmmm.. nafas panjang.. pelan saya ajak diskusi.. ibu, brg x ibu dngar spotong2? Shingga ada yg tdk diketahui? Shingga yg didengar hnya ttg tidak mencium bau surga nya saja smntra lanjutannya atau sblmnya tdk ikut terdengar.. diam, si ibu penanya mncoba memutar kembali memorynya.
Atau mmg disana ada penceramah yg terlalu berapi2 mengingatkan para istri dg seabreg ancaman, smntara di sana pula, ada ancaman buat para suami yg tdk disampaikan.. krn notabene ini yg menyampaikan adalah penceramah laki2.. kesalahan siapa shingga terpola dibenak para muslimah seakan mereka tdk pnya hak bersuara, seakan mereka tdk pnya hak menggugat?!. Entahlah..
Barang kali ini yg dimaksud ibu penanya. Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai _*tanpa kondisi mendesak*_ maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud dan At-Turmudzi). Konsentrasi pada bold. 😀
Berikutnya, kita baca bersama bhwa Pensyarah Sunan Abi Dawud dlm kitab ‘Aunul Ma’buud menjelaskan ttg hadis di atas Yaitu jika tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” 

Atau barang x hadis ini? dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR. Nasa’i)

Ngeri ya!.
Eh Sebentar dulu.. kita tdk bs memahami scara tekstual spt itu tnpa melihat syarah. para ulama hadis menafsirkan bhwa yg dimksd disini adalah para wanita yg meninta gugat cerai tnpa ada alasan yg dibenarkan syariat. So, jika ada alasan bgmn? Monggo dijawab sndri. Sedari awal di bagian pertama, saya cerita bhwa bs dipastikan hampir tiap wanita menginginkan nikah yg langgeng, ndak ada yg mau berhenti di tengah jalan sblm smpai 7an. Kira2 kemana 7an RT pembaca smua?.
Tp apakah ada, seorang wanita mnta cerai tnpa sebab ustadzah?, celetuk yang lain dlm sbuah kajian kemuslimahan yg sama. Krn ada hadis bunyi spt itu, shingga ada wanita2 yg mmg tnpa sebab mencari kegaduhan buat RT shingga mnta cerai, jelas saya. Contohnya? Yg lain bertny unt memperjlas. Hem, misalnya... krn reuni hingga terjadi CLBK, benih2 yg dulu muncul subur tnpa peduli msg2 sudah berkluarga. Terjadi bukan?! Naudzubillah. Atau contoh lain, suami seorang yg tanggung jwb, penyayang, nafkah dipenuhi smuanya, hnya saja si istri terus menerus kurang krn life style yg tinggi spy modis tp syari’y katanya, hehe, smua hrs branded, shingga apa yg dksh suaminya selalu saja kurang dan kurang. Akhirnya merasa bhwa suaminya tdk bs memenuhi kebutuhannya. Atau sebab2 lain yg wanita sndri itu tau, dan terjadi perang batin secara continue, krn sejatinya jika ada yg salah, maka hati akan merasa terusik. Dan itu wanita sndri yg lbh tau ttg kondisinya, apakah dia ada alasan yg dibenarkan atau tidak.
Hening..

-bersambung-

No photo description available.

Gugat Cerai



Serem judulnya. Serem jg mendengar dua kata ini. Siapa mau? Smoga Allah jauhkan jika tanpa sebab. Tak seorangpun wanita menginginkan ini terjadi. Hampir tiap wanita pasti ingin RT yang dibangunnya sejak awal akad tidak berhenti di tengah jalan. Impiannya RT yang telah halal sejak suami menjawab Wali: “Qabiltu Nikaahaa” menjadi RT yang kekal hingga nini aki, hingga nyawa berpisah dg raga.

Tapi, eh tapi. Ternyata tak semua impian sesuai realita, tak semua harapan terjadi sesuai hati kita. Di sana ada takdir yang membrsamai, di sana ada kejadian2 dan surprise2 yg tak karuan rasanya. Ada haru biru. Ada kalanya sedih bercampur dg air mata menghampiri. Wabil khusus, bagi pasangan muda, pngantin baru dlm umuran jagung yg msh beradaptasi.

Konon katanya, 5 thn pertama pernikahan adalah masa uji coba, jika berhasil di 5 thn pertama ini insyaAllah slanjutnya akan lbh smooth, krn adaptasi telah terbangun, kestiaan telah teruji, tanggung jawab telah terbuktikan. Lalu 10 thn akan dpt lebih kekal pernikahan. Krn cinta tlh terbukti dg pengorbanan. Cie cie.

Eh tapi lagi, trnyata 5-10 thn uji coba ini tak menjadikan jaminan. Teringat seorang sahabat kala kuliah dulunya, ayahnya pengusaha sukses, yg sering keluar negeri, lima bersaudara dg adek terkecil yg sdh kls 6 SD. Bayangkan sdh 5 anak yg dilahirkan dr keluarga ini, dan sdh hampir 25 thn RT brjln. Qadarullah, kesibukan sang ayah di luar negeri dlm usahanya trnyta meninggalkan cinta tersndir di negeri sebelah, karena brg x hub LDR walaupun jangka pendek, slh satu resikonya tumbuh cinta dg wanita lain di tmpt safarnya. Dan pernikahan itu terjadi. Ibunda sahabat saya mundur teratur, khawatir tdk dpt mnjalankan kwajiban seorang istri, shingga milih pisah krn alasan ini. Salahkah?!. Ah sebgitu lemahnya iman ibunda, mungkin ada di antara pembaca yg mmbatin spt itu. Namun bagi saya adalah hal yg wajar. Bukan mslh keimanan, tp lbh kpada masalah perasaan, pilih aku atau dia, kata sebuah lagu ndangdut, hehe. Yg luarbiasa ajaib, adalah hub anak2 pasca cerai dg si ayah. Tetap erat, tetap mesra, sang ayah tetap bertanggung jawab thdp smua anak2nya walaupun sbagian sudah nikah. Bahkan sering x sang ayah msh menyempatkan waktu berlibur dg anak2nya ini ke luar negeri, tnpa ibunda tentunya. Krn baginya, anak2 adalah tanggung jawab dunia akhirat. Jika ada percerai suami istri, maka sejatinya tidak pernah ada perceraian antara anak dan orang tua. Beda dg cerita yg ada di sktr kita, ortu bercerai, maka anak2 pun ikut cerai, putus hub dg ayah/ibunya. Tergantung anak bersama siapa. Jika bersama ibu, maka bs jadi ibunya pun membisikkan kebencian yg bgtu dalam kpd ayahnya di hati anak2, ataupun sebaliknya. Atau bahkan ada ayah2 yg menelantarkan anak2nya pasca cerai walau sejatinya ibu tdk mengkompori mrk. Faghfir lana.

Berbicara ttg RT, di sana ada bnyak pernak pernik terjadi, krn banyak konsultasi yg masuk, entah saya kenal atau tidak, hnya tau saya, merasa amanah, lalu mulailah curhat dan dialog by telp, wa atau ketmuan, berharap smoga Allah berikan solusi yg terbaik buat teman2 dan sahabat. Berbagai macam cerita, yg smuanya mengajak bertafakkur ttg diri saya sndri dan RT saya, yg pada ujungnya pujian lantunan syukur alhamdulillah atas karunia RT walaupun tdk sempurna, tp kami berusaha saling menyempurnakan, saling membahagiakan. Smoga Allah langgengkan.

Dalam sebuah kajian kemuslimahan, seseorang yg hadir bertnya: bgmn status wanita yg gugat cerai kpd suaminya bu?! Murkakah Allah padanya?!. Saya agak menelan ludah. Entah ini pertnyaan ttg dirinya sndri atau menanyakan ttg orang lain disktarnya. Lalu dia lanjutkan: krn sering x dlm ceramah2, ustadz/penceramah tsb sering bilang bahwa istri itu hrs taat, istri itu hrs dngar kata suami, ndak boleh protes apalagi smpai minta cerai. Bisa2 ndak dpt aroma surga. Aroma saja ndak dpt, apalagi surganya. Katanya menambahkan. Benarkah bu?. Tnyanya menambahkan. Smpai disini saya diam agak lama, mengatur nafas, mencari diksi unt menjelaskan sbtas kemampuan saya yg msh fakir ini.

-bersambung-

#serialFiqihKeluarga
#RumahTangga

TARBIYAH ALA LUQMAN AL HAKIM 2/2*

Sisi Tarbiyah Kekeluargaan belandaskan  Pola ala Luqman Al Hakim
Banyak Pelajaran yang bisa kita petik dari Kisah Nasehat Luqman kepada Anaknya, yang diabadikan Allah dalam surat Luqman ayat 12 – 19. Kita akan mencoba menjabarkan satu persatu.
1.       Seorang Mukmin berkewajiban untuk membuat reformasi “ishlah” dalam keluarganya, sebagiamana ia berkewajiban untuk dirinya sendiri.
Islam sangat memperhatikan masalah keluarga, bahkan bisa dibilang islam adalah “diinul usrah”, agama yg memberikan landasan dan pijakan untuk keluarga, hingga sebuah keluarga tersebut sukses dunia akhirat, sebagaimana pula Islam menjelaskan dengan lugas tugas dan peran orang tua dalam pendidikan anak. Kisah Luqman ini sangat jelas sekali berhubungan dengan point ini.
Pendidikan Aqidah dalam sebuah keluarga merupakan salah satu benteng keluarga, dan sudah seharusnya benteng tersebut menjadi suatu benteng yg kuat. Kisah Luqman dengan anaknya, merupakan salah satu contoh ideal pembentukan “reformasi” keluarga.

2.       Kewajiban pertama bagiorang tua yaitu penanaman aqidah yang benar dalam diri anak2nya.
Hal ini bisa kita lihat dalam nasehat Luqman yang pertama dan kedua; masalah keimanan dan tauhid.
Keimanan dan Tauhid ini sesungguhnya merupakan fitrah dan kebutuhan manusia, juga merupakan janjinya kepada Allah sejak ia berada di dalam rahim ibunya. “Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkanketurunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”, mereka menjawab: “Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi…” (Al A’raf : 172). Fitrah itulah kewajiban bagi orang tua untuk menjaganya, untuk terus ditanamkan dalam diri anak2nya dan disiraminya.
Read more »




www.flickr.com

© 2006 ummi asiya | Blogger Templates by GeckoandFly| diutak-atil olehabi asiya .