fikih wanita bab puasa

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد.

Bab Puasa memang sangat luas, tidak cukup ditulis dengan satu atau dua lembar saja, tapi kajian kita kali ini hanya mengupas hal-hal yang berkaitan dengan fikih wanitanya saja. Itu juga tidak semua. Di sini yang bisa saya kumpulkan 4 masalah. Bismillah wa bihi nastain.

bagi wanita haidh dan nifas: "Haram" untuk berpuasa karena salah satu syarat sah puasa yaitu suci dari haidh dan nifas. Syarat ini harus ada semenjak terbitnya fajar hingga terbenam matahari. Jadi bagi seorang wanita, jika ia sedang berpuasa, lalu ia mengalami haid walaupun 5 menit sebelum waktu maghrib, maka ia harus membatalkan puasanya dan wajib baginya untuk mengqodho puasanya. Hal ini sesuai dengan riwayat Aisyah R.a "kami diperintah untuk mengqodho puasa dan tidak diperintah untuk mengqodho sholat" (HR.Muslim).

Jika wanita yang sedang haid atau nifas telah terputus haidnya dan bersuci pada siang hari bulan ramadhan, maka menurut madhab syafi'I disunnahkan baginya untuk menahan semua hal-hal yang membatalkan puasa, hal ini untuk menghormati bulan suci ramadhan dan orang-orang yang berpuasa.

Jika telah terputus haidh atau nifasnya pada malam hari sebelum terbit fajar tetapi ia belum mandi besar, maka bolehkah ia berpuasa dengan mengakhirkan mandinya hingga setelah terbit fajar? Dalam hal ini ia dibolehkan berpuasa meskipun belum mandi besar hingga terbit fajar seperti halnya orang yang junub, ketika terbit fajar ia belum mandi besar, dibolehkan berpuasa pada pagi harinya. Dengan syarat: bahwa ia yakin haidhnya terputus sebelum fajar tiba, dan ia telah berniat pada malam hari hingga sebelum fajar.

Masalah niat puasa Ramadhan: kapan waktunya? Haruskah berulang-ulang setiap kali kita ingin berpuasa?.
Jumhur ulama' berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan pada tiap malam hari setelah terbenam matahari sampai sebelum terbit fajar. Hal ini sesuai dengan hadits : "barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak sah puasanya" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sedangkan madhab maliki berpendapat bahwa niat cukup satu kali pada malam pertama Ramadhan , niat sekali untuk seluruh bulan ramadhan selama puasanya tidak terputus puasanya karena safar, sakit atau sebab lain.
Untuk keluar dari khilaf/perbedaan: kita berniat sekali untuk semua ramadhan, dan niat tiap malam untuk tiap hari bulan ramadhan. Wallahua'lam.
Niat pada malam hari ini, untuk puasa wajib (puasa ramadhan, puasa nadzar, puasa kaffarah), adapun untuk puasa sunnah, maka niat boleh dilakukan kapan saja.



ibu hamil dan ibu menyusui.
Para ulama sepakat: jika ibu hamil/ibu menyusui "khawatir" terhadap janin/anak/kesehatan dirinya sendiri jika mereka berpuasa, maka syariat memberikan rukhsoh bagi mereka untuk tidak berpuasa ramadhan. "khawatir" bisa diketahui dengan pengalaman atau diberitahu oleh dokter muslim yang tsiqoh.
Jika mereka tidak berpuasa maka apa saja yang diwajibkan baginya?
Jumhur ulama' berpendapat mereka wajib mengqodho puasa dengan membedakan: jika khawatir atas dirinya sendiri maka wajid qodho saja, tetapi jika khawatir terhadap janin/anaknya maka wajib qodho dan fidyah.
Sedangkan menurut madhab ibnu Abbas dan ibnu Umar, mereka hanya diwajibkan fidyah saja tanpa qodho.
Untuk keluar dari khilaf: jika mereka mampu untuk mengqodhonya, maka mereka harus mengqodhonya. Jika tidak mampu (misalnya kondisi seseorang yang tiap tahunnya berputar antara hamil dan menyusui), maka dalam hal ini berkewajiban fidyah saja. Wallahua'lam.

Bagaimana cara membayar fidyah?
Membayar fidya ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu hari meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin. Sedangkan teknis pelaksanaanya apakah mau perhari atau mau sekaligus satu bulan, kembali kepada keluasa masing-masing orang. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Adapun ukurannya menurut jumhur yaitu satu mud gandum, bila diukur dg ukuran sekarang kira-kira 675 gram atau 0,688 liter atau dengan memberi makan dengan kenyang satu kali kepada fakir miskin.

mencicipi makanan ketika berpuasa.
Jika ada keperluannya untuk mencicipi makanan sedang ia dalam kondisi puasa, maka tidak mengapa dengan syarat makanan harus langsung dikeluarkan lagi dan tidak ditelan. Tetapi jika tidak ada keperluannya, maka hukumnya makruh.

bolehkah bagi seorang wanita minum pil penunda haidh supaya ia bisa full berpuasa selama bulan ramadhan?
Para ulama' berpendapat: hal tersebut dibolehkan dengan syarat tidak membahayakan bagi dirinya sendiri. Tetapi menurut saya, hal itu sebaiknya dijauhi kecuali jika darurat seperti ketika haji/umrah. Minum pil penunda haidh sudah barang tentu akan mengakibatkan ketidak teraturan haid di bulan-bulan yang akan datang. Dan juga yang namanya haidh datangnya dari Allah, dan hal tersebut merupakan hal yang alami, dan tentunya yang alami efeknya jauh lebih sehat daripada yang dibuat-buat.


Wallahu a'lam. Was sholatu was salamu ala rasulillah. Wal hamdu lillahi rabbil alamin.




www.flickr.com

© 2006 ummi asiya | Blogger Templates by GeckoandFly| diutak-atil olehabi asiya .